Sidang Terdakwa Nina Wati Ditunda 5 Kali Berturut, Anggota DPRD Sumut Henry Dumanter akan Laporkan ke Jaksa Agung dan KY

Penulis: M. TobingEditor: Maranatha Tobing
Anggota DPRD Sumut, Ir. Henry Dumanter Tampubolon, MH. (Dok. Pribadi for Sumutpost.id)

MEDAN, Sumutpost.id – Sidang dugaan penipuan dapat memasukkan anggota Polri dengan terdakwa Nina Wati, ditunda sampai 5 kali berturut. Anggota DPRD Sumut Ir. Henry Dumanter Tampubolon berjanji dalam waktu dekat akan melaporkannya ke Jaksa Agung, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan KPK di Jakarta.

Hal itu disampaikan politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu kepada wartawan, Sabtu 16 November di Medan.

Diketahui, sejatinya, sidang terdakwa Nina Wati (46) warga Dusun XI, Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dilaksanakan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tempat bersidang di Labuhan Deli, pada Selasa (5/11/2024) lalu. Tapi, secara berturut sidang kelima ini kembali ditunda.

Tokoh masyarakat Sumatera Utara, Ir Henry Dumanter Tampubolon, MH, angkat bicara melihat fenomena dan kejanggalan kasus penipuan dan penggelapan yang dilaporkan Afnir alias Menir warga Perbaungan, Kabupaten Serdangbedagai pada awal Februari lalu.

Menurut Henry Dumanter, perkara Nina Wati yang diduga seorang penipu ulung itu, patut dipantau dan diawasi para pihak atau instansi hukum terkait. Pasalnya, belum pernah ada kasus penipuan dan penggelapan seperti ini sidangnya ditunda sampai 5 kali berturut.

“Aneh di dalam SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) menyatakan pengadilan Negeri Lubuk Pakam menunda 5 kali sidang Nina Wati dikarenakan JPU tidak dapat menghadirkan terdakwa. Namun menjadi lebih aneh lagi dari data yang diperoleh, ternyata yang membuat penetapan Nina Wati dibantarakan ke Rumah Sakit Royal Prima adalah para hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yaitu David Sidik H Simaremare S.H (Hakim Ketua), Hendrawan Nainggolan, S.H (Hakim Anggota) dan Erwinson Nababan,S.H (Hakim Anggota). Merekalah yang membuat penetapan bahwasanya Nina Wati dibantarkan di RS Royal Prima,” ujar Henry Dumanter.

‘Pada kasus ini, saya melihat seolah olah hakim tidak tahu Nina Wati dibantarkan dan seolah olah JPU lah yang tidak mampu menghadirkan terdakwa. Sebenarnya ada apa ini? Sepertinya ada kong kalingkong / deal-deal an antara hakim dan jaksa?,” ujar Dumanter bernada tanya.

Terdakwa, Nina Wati. (Dok. Sumutpost.id)

Jaksa, Hakim dan Nina Wati Bermain Intrik

Melihat kondisi dan fakta lapangan ini, Henry Dumanter mengaku sangat merasa aneh mengapa kasus sebesar dan seviral ini yang dengan jumlah korban yang begitu banyak, seakan disetting persidangannya di Plat (tempat bersidang) Labuhan Deli yang notabene lokasinya jauh di pinggir Kota Medan atau lebih jauh lagi dari Kota Lubuk Pakam tempat Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.

Dumanter mengaku tidak berlebihan apabila dugaannya terhadap jaksa dari Kejati Sumut, hakim PN Lubuk Pakam dan terdakwa Nina Wati bermain intrik.

Dugaan bermain intrik dari tiga pihak itu terlihat jelas penempatan persidangannya yang dilaksanakan di sudut pojok Kota Medan.

“Hal ini terkesan persidangan perkara tersebut disembunyikan agar masyarakat tidak dapat memantaunya. Apapun alasan yang diutarakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk pembenaran mengapa persidangan tersebut dilakukan di seting plat Labuhan Deli, sungguh tidak masuk diakal saya,” tegas mantan anggota DPRD Deliserdang dua periode itu.

Mirip Kasus Viral di Surabaya, Lapor ke Jakarta!

Lebih jauh, Dumanter Tampubolon menduga di kasus Nina Wati yang sempat menghebohkan Kota Medan saat penangkapan dari rumahnya–dengan melibatkan ratusan aparat kepolisian bersenjata laras panjang–sudah ada deal seperti kasus yang viral di Kota Surabaya.

“Rasa rasanya boleh kita menduga, kasus ini apakah sudah ada deal-dealnya seperti kasus viral yang di Surabaya itu ya,” pungkas Dumanter kepada wartawan.

Usai menjelaskan kekawatirannya atas penanganan perkara yang melibatkan banyak korban masyarakat, Henry Dumanter meminta Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan untuk turun ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Demikian juga Kejagung dalam hal ini diwakili oleh Jampidsus serta KPK ikut memantau perkara ini.

“Sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam waktu dekat saya akan berkunjung ke Komisi Yudisial dan Kejaksaan Agung / Komisi Kejaksaaan dan juga KPK untuk melaporkan masalah ini. Saya sangat khawatir kejadian ini mirip dengan kasus yang lagi viral di Surabaya, dimana seorang terdakwa divonis bebas oleh hakim namun belakangan Kejaksaan Agung melakukan OTT dengan menemukan uang puluhan milyar dalam rekayasa kasus tersebut,” tegasnya.

Kejaksaan agung , Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan KPK perlu turun ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan perkara Nina Wati ini.

Dijelaskan lagi, sebelumnya dia (Nina Wati) ditahan oleh Kacabjari Labuhan Deli, tiba-tiba dibantarkan oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Seolah-olah hakim Pengadilan Lubuk Pakam tidak tahu sementara mereka sendiri yang membantarkannya dengan membuat surat penetapan pembantaran.

Saya sangat berharap nama baik hakim dan jaksa bisa dijunjung tinggi walaupun banyak kejadian belakangan ini yang sangat mencoreng nama baik hakim dan jaksa.

“Selanjutnya, saya meminta perkara tersebut dapat disidangkan sebagaimana layaknya proses hukum pidana. Sesuai dengan konstitusi kita semua sama dimata hukum,” tambah Dumanter, seraya menegaskan, mewakili masyarakat berharap agar hakim dan jaksa yang ditempatkan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam maupun Kejaksaan Tinggi adalah hakim-hakim dan jaksa-jaksa yang bermotivasi dan berintegritas yang tinggi.

“Pada kesempatan ini saya juga meminta dan menghimbau kepada semua insan pers dan masyarakat untuk memantau persidangan perkara tersebut, karena saya mencium ada aroma yang tidak jelas dan selanjutnya persidangan perkara tersebut bisa menjadi titik ukur penegakan hukum disumatera utara,” ujar Henry Dumanter mengakhiri. (msp)