DELISERDANG, Sumutpost.id – Anggota DPRD Deliserdang Indra Silaban,SH meminta kepada Bupati Deliserdang agar Kadis Cipta Karya dan Tata Ruang (Ciptaru) Kabupaten Deliserdang dicopot dari jabatannya karena diduga dinas tersebut banyak melakukan pungutan liar (pungli).
Disebutkan Indra, Kadis Ciptaru Rachmadsyah dinilai gagal memimpin dinas tersebut karena tidak bisa menertibkan pungli di instansi yang dia pimpin.
“Berdasarkan pengaduan masyarakat, dan aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa baru-baru ini mereka menyoroti besarnya biaya tarif “klik” yang dipatokkan dalam pembuatan rekomendasi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Dinas Ciptaru” sebut anggota Dewan dari Fraksi PDI Perjuangan itu, Selasa 17/2/2025.
Politisi PDIP itu menduga para pengusaha tak luput dari pungli saat melakukan pengurusan rekomendasi tarif “Klik”, baik itu pengusaha properti maupun pengurusan tiang tower di kenakan puluhan juta.
”Ada pula istilah tarif “klik” dengan biaya yang fantastis yang jika diusut dana tersebut bisa bisa masuk ke kantor pribadi,” ucapnya.
Menurut Indra Silaban, kalau Kabupaten Deliserdang ingin maju dan berkembang jangan mempersulit para pengusaha yang ingin berbinis dan menanamkan modalnya di Kabupaten Deliserdang terutama terkait kepengurusan izin PBG yang sering kali biayanya besar melebihi harga yang diatur oleh peraturan daerah setempat. Selain itu banyaknya dugaan pungli saat mengurus di kantor Dinas terkait.
Terkait dugaan besarnya biaya pengurusan rekomendasi “klik” izin PBG di kantor Dinas Ciptaru Deliserdang, Kadis Cipataru Rachmadsyah coba dikonfirmasi belum ada jawaban.
Sementara sumber di Dinas Ciptaru menyebutkan bahwa praktek pungli uang klik ini bukan rahasia umum dikalangan umum yang mengurus rekomendasi perizinan terutama developer perumahan, KPR dan lainnya. Aparat Penegak Hukum sebelumnya juga didesak masyarakat untuk mengusut dugaan korupsi terkait pengurusan rekom PBG di Dinas Ciptaru Deliserdang.
Tak hanya meminta pencopotan Kadis Ciptaru, Indra Silaban juga meminta agar Dinas Ciptaru dan Perkim itu dijadikan satu atap lagi karena pemisahan organisasi ini hanya pemborosan anggaran dan tidak efektif untuk maksud dan tujuan. (msp)