MEDAN, Sumutpost.id – Kasus tewasnya tahanan bernama Budianto Sitepu di Polrestabes Medan yang diduga dianiaya oknum Polisi, terus berkembang. Bahkan sekarang, 7 anggota Resmob telah ditempatkan (ditahan) di sel penempatan khusus (patsus). Satu diantaranya seorang perwira.
Bahkan, ketujuh oknum personel Polrestabes Medan itu akan diserahkan ke Poldasu karena istri korban telah melaporkan kasus kematian Budianto Sitepu (52) ke Propam Poldasu.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan kepada wartawan menyebutkan, ketujuh orang anggotanya yang ditahan tersebut merupakan dari Unit Satuan Reserse Mobile (Resmob) dan Unit Pidana Umum (Pidum) seorang diantaranya perwira berinisial ID.
Polrestabes Medan rencananya akan melimpahkan kasus tersebut ke Polda Sumatera Utara (Poldasu). “Karena keluarga almarhum BS bersama pengacaranya ada membuat laporan di Polda Sumut, jadi pelimpahan perkaranya di sana. Ketujuh anggota saya ini juga akan dilimpahkan ke Polda,” jelas Kombes Gidion kepada sejumlah wartawan, Jumat (27/12) di lobby Polrestabes Medan.
Didampingi Kasi Propam, Kompol Tomi dan Kasat Reskrim Kompol Jama Kita Purba, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan buka suara terkait tewasnya Budianto Sitepu. Orang nomor satu di Polrestabes Medan itu menegaskan bahwa anggotanya yang terlibat dengan kematian Budianto Sitepu ditempatkan di penempatan khusus (patsus).
“Kemarin kami sampaikan bahwa kami telah melakukan pemeriksaan terhadap anggota secara internal, personel yang melakukan penangkapan pada saat itu, atau melakukan upaya paksa pada saat itu. Yaitu enam orang personel kami sampaikan di awal. Hari ini kami sampaikan ada tujuh personel. Yang kami lakukan pendalaman, pemeriksaan secara internal. Lalu terhadap tujuh personel tersebut kita lakukan patsus atau penempatan khusus,” sebut Gidion.
Selain itu, pihaknya juga melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi dalam perkara tersebut. Dari keenamnya, dua diantaranya adalah dua orang rekan Budianto Sitepu saat diamankan, yakni Dedi Pasaribu dan Girin.
“Enam saksi eksternal kami periksa, termasuk dua rekan BS yang dibawa ke Polres dan yang berada di TKP Sei Semayang. Lalu kepada penyidik yang menerima pelimpahan terhadap tersangka, yang melihat kondisi tersangka pada saat diserahkan juga sudah kami periksa,” sambungnya.
Gidion juga mengaku telah melakukan pemeriksaan dan pencermatan terhadap CCTV dan saksi-saksi lain yang melengkapi peristiwa tersebut. Dari hasil itu, pihaknya menyimpulkan bahwa ada indikasi kuat terjadinya kekerasan yang dilakukan anggotanya terhadap Budianto Sitepu.
“Ada indikasi kuat memang terjadi kekerasan yang dilakukan oleh personel Sat Reskrim Polrestabes Medan terhadap almarhum BS sehingga mengakibatkan meninggal dunianya di rumah sakit,” ungkapnya.
Hal itu juga sejalan dengan laporan polisi yang dibuat oleh pengacara dan keluarga Budianto Sitepu ke Polda Sumut. Diketahui, keluarga Budianto membuat laporan ke Polda Sumut tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang. Selain itu, pihak keluarga juga membuat laporan polisi tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan Ipda ID bersama enam personel lainnya.
“Karena itu, proses lanjutnya dilakukan oleh Polda Sumut, khususnya Kabid propam,” sebut Gidion.
“Jadi kami disini melakukan pemeriksaan awal dan sudah melakukan upaya paksa terhadap personel berupa patsus, kemudian langkah selanjutnya kami melimpahkan ke Poldasu untuk pemeriksaan lebih lanjut. Baik terhadap laporan kode etik maupun terhadap laporan pidana,” tutupnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, diduga dianiaya oknum polisi, Budianto Sitepu (42) warga Dusun 12 Kongsi Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, akhirnya meninggal dunia, Kamis (26/12) sekira pukul 10.00, beberapa jam setelah berada di Polrestabes Medan.
Jasad Budianto Sitepu ditemukan istrinya saat mendatangi Rumah Sakit (RS) Bhayangkara setelah disuruh oleh petugas di Polrestabes Medan mendatangi rumah sakit tersebut.
Peristiwa mengenaskan tersebut menurut istri korban Dumaria Simangunsong (48) berawal Selasa (24/12) malam. Saat itu, korban dan ketiga temannya sedang asyik minum tuak di kedai sambil karaokean.
Tiba-tiba datang tetangga korban yang merupakan oknum polisi meminta korban dan temannya untuk berhenti bernyanyi karena ribut. Para peminum tuak sempat ribut dengan oknum polisi.
Selanjutnya, oknum polisi tersebut membawa korban dan dua temannya Dedi serta Girin ke Polrestabes Medan.
Malam itu juga Dumaria menjumpai Siagian, tetangganya, untuk menanyakan kemana dibawa suaminya. “Saya langsung menjumpai tetangga kami bermarga Siagian menanyakan dimana keberadaan suamiku. Tapi dia tak tahu,” ujar Dumaria kepada wartawan di RS Bhayangkara Medan.
Lalu Dumaria menuju Polsek Sunggal untuk mencari apakah suaminya berada di Polsek tersebut. Tapi hasilnya nihil. Terakhir, informasi diperolehnya, bahwa Budianto dan ketiga temannya dibawa ke Polrestabes Medan.
“Saat tiba di Polrestabes Medan, aku tidak bisa melihat suamiku karena alasan penyidik tidak ada di ruangan,” tambahnya lagi.
Kamis (26/12) pagi, Dumaria mendatangi Polrestabes Medan dan disuruh ke RS Bhayangkara Medan karena suaminya dirawat di rumah sakit tersebut.
Sesampainya di rumah sakit, ibu lima anak ini juga dilarang melihat suaminya.
Di saat kalut bercampur bingung, Dumaria melihat tandu sorong mayat melintas dari sampingnya. Dan dia melihat mayat tersebut adalah suaminya.
Sontak Dumaria bersama anaknya menangis histeris. “Kulihat tandu sorong berisi mayat yang ternyata suamiku,” jelasnya.
Dumaria berharap Kapolri serius menangani persoalan ini dan rencananya akan melapor ke Propam Poldasu usai autopsi. (msp)