Polisi & Pemda Tapteng Diminta Tutup Tambak Udang Diduga Cemari Lingkungan di Pandan Laut

Penulis: Aris BarasaEditor: Maranatha Tobing
Salah satu tambak udang diduga melanggar undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (Aris Barasa/Sumutpost.id)

TAPTENG, Sumutpost.id – Ketua Investigasi RCW Sobolga-Tapteng Henry Philip Pakpahan meminta aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah (Pemda), menutup tambak udang diduga mencemari lingkungan di Pandan Laut Desa Tapian Nauli I, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Suamatera Utara.

Menurut Henry Philip Pakpahan, permintaan penutupan tambak udang itu berdasarkan temuan yang diperoleh, jika tak salah satu tambak udang dipesisir pantai Pandan Laut diduga melanggar aturan terkait pengelolaan limbah.

“Berdasarkan investigasi RCW Sibolga-Tapteng, menemukan dugaan tambak udang milik seorang pengusaha di Sibolga, tidak melakukan pengelolahan limbah B3 hasil budidaya udang jenis Vaname. Diduga kuat limbah dibuang langsung ke laut yang ada di kawasan itu. APH dan Pemda harus tegas menindak usaha yang melanggar aturan,” ungkapan Henry Philip Pakpahan Rabu 21 Agustus 2024 di Sibolga.

Perlu diketahui kata Henry Philip Pakpahan, tambak udang Vaname menghasilakan limbah cair dan padat. Untik limbah cair terdiri dari 35% limbah organik, 15 persen sisa pakan dan 20% sisa metabolisme udang. Untuk jenis limbah padat mengandung senyawa nitrogen, fosfor, dan karbon organik terlarut.

“Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat mempengaruhi lingkungan dikawasan budidaya secara negatif, seperti mengganggu keseimbangan ekosistem pantai, meningkatkan populasi alga, dan membahayakan kehidupan hewan air,” sebut Henry Philip Pakpahan.

Henry Philip Pakpahan menyangka salah satu tambak di Pandan Laut milik pengusaha Sibolga itu melanggar undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Yang melanggar, lanjut Henry Philip Pakpahan, dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

“Undang-undang mengatur bahwa penghasil limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 dan mendapatkan izin dari Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pengelolaan limbah B3 meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan. Bagi yang melanggar dapat dipidana dan denda,” kata Henry Philip Pakpahan.

Tidak hanya pada dugaan pengelolahan limbah B3, Henry Philip Pakpahan juga menduga, tambak udang milik pengusaha asal Sibolga itu menggunakan sempadan pantai.

“Sempadan pantai harus dimanfaatkan sebagai kawasan lindung yang lestari dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau, pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi, dan pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai,” ungkap Henry Philip Pakpahan.

Henry Philip Pakpahan mengungkapkan, ia sudah memegang nama pengusaha tambak udang asal Sibolga itu terkait dugaan melanggar undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Bukti-bukti ini akan kita serahkan ke penagak hukum agar ditindak sesuai aturan,” tandanya.(msp)