Sidang Korupsi Dana Desa, Penasehat Hukum Terdakwa JG Hadirkan Ahli Pidana Dr. Mahmud Mulyadi S.H, M.Hum

Penulis: Daris KabanEditor: Maranatha Tobing
Sidang mendengarkan keterangan ahli kasus korupsi penggunaan Dana Desa (DD) di Desa Bekilang, Kecamaran Juhar, Kabupaten Karo tahun anggaran 2021, di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Medan, Jumat (30/08/2021) kemarin. (Daris Kaban/Sumutpost.id)

MEDAN, Sumutpost.id – Sidang perkara kasus tindak pidana korupsi penggunaan dana Desa (DD) di Desa Bekilang, Kecamaran Juhar, Kabupaten Karo tahun anggaran 2021 telah masuk tahapan agenda mendengarkan keterangan dan tanggapan dari ahli yang dihadirkan tim penasehat hukum terdakwa JG, di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Medan, Jumat (30/08/2021) kemarin.

Adapun para ahli yang dihadirkan tim Penasehat hukum terdakwa JG yaitu Ahli Pidana Dr. Mahmud Mulyadi S.H, M.Hum dan Ahli Hukum Administrasi Negara Dr. Vita Cica Tarigan.

Ditanya mengenai tujuan dihadirkan ahli, Faudu N Halawa SH didampingi Wilter A Sinuraya SH dan Immanuel Sembiring SH selaku tim penasehat hukum terdakwa JG, kepada awak media mengatakan, “Tujuannya guna menjajaki keterangan para ahli di persidangan perihal apakah pendapat ahli sejalan dan menguatkan dalil, untuk pihak yang membutuhkan keterangannya, agar dapat digunakan Hakim sebagai pertimbangan untuk meringankan jatuhnya putusan,” sebutnya.

Terungkap di persidangan, Ahli Hukum Administrasi Negara Dr. Vita Cica Tarigan berpendapat bahwa terdakwa JG seharusnya diberikan hak administrasi terlebih dahulu terkait LHP yang diterbitkan Bupati Karo berdasarkan pemeriksaan inspektorat.

Tim kuasa hukum dan para ahli pidana berfoto usai persidangan. (Daris Kaban/Sumutpost.id)

“Hak administrasi tersebut berupa klarifikasi dan kesempatan mengembalikan temuan kerugian negara. Hal ini sudah jelas diatur dalam ketentuan perundang-undangan,” katanya.

Selanjutnya, ahli Dr. Vita Cica juga menyoroti adanya 2 LHP inspektorat dengan objek yang sama, yaitu pada tahun 2022 terhadap penggunaan APBDes sudah pernah dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat dengan output nya adalah menerbitkan TGR (Tuntutan Ganti Rugi) kepada Kepala Desa yang kemudian sudah diselesaikan, namum ternyata di tahun 2023 terbit lagi LHP dari inspektorat dengan objek yang sama.

Menurut saya (ahli) dari sudut pandang administrasi negara, hal ini tidak diperkenankan. Seharusnya hasil pemeriksaan pertama diuji terlebih dahulu dan jika pun ada perbedaan maka perlakuannya juga harus sama yaitu dengan menerbitkan TGR kembali.

“Sehingga apa yang dilaksanakan oleh inspektorat dengan tidak menerbitkan TGR adalah masih sebagai bentuk tidak tertib administrasi dan rawan konflik kepentingan. Tidak menutup kemungkinan LHP ke 2 tersebut terancam bisa dibatalkan, hal ini menandakan bahwa pegawai auditor inspektorat dalam menjalankan tugasnya tidak profesional,” beber Dr. Vita

Hal senada juga disampaikan ahli pidana Dr. Mahmud Mulyadi SH, M.Hum. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ini menerangkan bahwa, dalam Undang – undang (UU) tindak pidana korupsi tidak berdiri sendiri, upaya pidana adalah upaya terakhir atau dikenal dengan asas ultimum remedium, maka dalam perkara terdakwa JG ini maka hukum admistrasi masih berproses, sehingga hukum pidana belum boleh masuk, terang Ahli Pidana bergaya nyentrik itu.

Lebih lanjut dijelaskan lagi, bahwa tujuan UU Tipikor adalah pemulihan keuangan negara.

“Dalam perkara terdakwa JG saya merasa terpanggil sebagai ahli karena prihatin atas proses hukum yang menimpa terdakwa JG. Dengan kerugian negara yang dinyatakan sekitar Rp72 juta maka upaya pengembalian kerugian melalui penegakan hukum administrasi adalah lebih tepat dan seharusnya belum masuk ke ranah hukum pidana,” ungkap ahli pidana Dr. Mahmud Mulyadi yang juga sering dimintai keterangannya sebagai saksi ahli dalam berbagai kasus pidana yang melibatkan pejabat nasional dan orang-orang terkenal diantaranya, kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, hingga kasus dugaan korupsi dana pensiun Asabri, serta kasus-kasus pidana lainnya yang membentot perhatian publik.

Mendengar ketarangan dari ahli hukum pidana, saat ketua majelis hakim memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menanggapi pendapat yang dipaparkan saksi ahli pidana, jaksa penuntut umum dari Cabang Kejaksan Negeri Karo di Tigabinanga tidak dapat memberikan sanggahan maupun pertanyaan untuk disampaikan dalam persidangan. (msp)